Archive for the Category ◊ Refleksi ◊

24 Apr 2013 Tindakan Nyata
 |  Category: My Kids, My Self, Refleksi  | Leave a Comment

Just came back from G5 PYP Exhibition at Abang’s school. Tema besarnya tentang ‘Sharing The Planet’. Tentu saja dengan begitu globalnya tema ini hampir semua topik bisa dihubung-hubungkan ke sini. Anakku mengambil tema ‘Game Addiction’. Rekan sekelasnya yang lain memilih tema bullying, global warming, stay green (highlighting about deforestation), and poverty.
Amazed dengan anak-anak di sekolah internasional ini. Begitu berani, aktif dan outspoken. Tapi bukan ini yang hendak kubahas.

Setiap tema pasti diawali dengan penjelasan mengenai pengertiannya. Lalu dijabarkan solusinya. We must….we should….we have to…bla bla bla. “Let’s reduce, reuse, recycle to keep our planet green.”
“Let’s help the poor.” Or “Stop bullying!” And suddenly I think… Kayaknya teori seperti ini kita semua sudah faseh ya. Sudah tahu betul kan ‘yang seharusnya’ itu seperti apa. Semua orang tahu korupsi itu dosa, memiskinkan orang lain. Hidup harus jujur. Jangan malas. Bantulah orang tak mampu. Jangan buang sampah sembarangan. Tapi seberapa dari ajaran itu yang terimplemetasi di hidup kita sendiri. Hehe…sebenernya yang nulis tulisan ini juga masih amat sangat banyak ga benernya sih. Tapi ga perlu lah kan ya mengumbar aib diri sendiri *grin*

Alangkah aman damai sejahteranya dunia ini kalau setiap kita mengamalkan kebaikan yang kita tahu.

23 Feb 2013 Buih
 |  Category: My Self, Refleksi  | Leave a Comment

Buih adalah sesuatu yang ringan, kerap bergerombol, tidak berisi dan mudah menghilang. Lenyapnya tidak meninggalkan jejak, tiada yang tahu atau ingat bahwa ia pernah ada.

Aku kerap mempertanyakan hidupku. Mempertanyakan makna keberadaanku. Apakah akhirnya hanya seumpama buih yang hilang lenyap tanpa bekas begitu saja?

Kata-kata terucap ringan tanpa nilai… tanpa bekas tanpa jejak yang terekam. Ocehan tak bermakna yang hanya melintas saja dalam linimasa… Ketika aku mati, maka apa yang akan tinggal? Apakah semua akan seperti buih yang tak bernilai hilang terhempas angin? Adakah suatu pati yang menetap yang bisa kubawa ke hadapan-Nya?

Aku tak tahu. Aku sungguh tidak tahu.

Serangoon, Feb 23, 2013, 00.37

26 Apr 2012 Titipan
 |  Category: My Family, My Kids, Refleksi  | Leave a Comment

Anak-anak itu telah Kau titipkan padaku, Tuhanku. Dengan segala kekuranganku kumenerima mereka titipan-Mu yang indah itu yang sering ku tak menyadari keindahannya.

Kau izinkan mereka tumbuh dalam rahimku dengan Ke-Rahim-an- Mu. Ajari aku Tuhanku bagaimana mendidik dan membimbing mereka.

Limpahkan kesabaran luar biasa yang tak terlupa meskipun badan dan ragaku tengah letih.

Betapa aku menyayangi mereka: anak-anakku. Anugerah terindah dalam hidupku.

Terima kasih Tuhanku atas titipan-Mu.

12 Jan 2012 Insan Bermanfaat
 |  Category: Refleksi  | Leave a Comment

Menyendiri dapat membuka diskusi intens dengan pikiran kita sendiri. Aku duduk sendiri tanpa teman di bus umum pagi ini. Melihat Pak Sopir di belakang kemudi tiba-tiba terbersit pertanyaan: “Apa ia pernah bercita-cita menjadi sopir sewaktu kecil?” Pertanyaan kemudian berlanjut : “Akan jadi apakah anak-anakku nantinya?”

Lalu bus melintasi sebuah gedung yang sedang dibangun dan terlihat beberapa pekerja berkulit hitam legam. Atas tenaga dan kerja keras merekalah gedung-gedung megah ini berdiri. Sungguh Allah menyiptakan berlainan keadaan kita agar kita dapat saling mempergunakan satu sama lain.

Sopir, pekerja bangunan, mungkin tak seberapa penghasilan mereka. Aku pun tak bisa menerka akan menjadi apa anakku nantinya. Yang pasti doaku adalah, mereka jadi manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Tidak penting seberapa penghasilan mereka nantinya, yang penting adalah kehadiran mereka membawa manfaat bagi orang lain.

Seperti manfaat yang kurasakan dari jasa Pak Sopir yang memungkinkan aku untuk sampai ke sekolah anakku pagi ini.

04 Dec 2011 Mengapa Ibu yang Wafat saat Melahirkan mendapat Syahid
 |  Category: Refleksi  | Leave a Comment

Semua wanita yang pernah merasakan sendiri pengalaman melahirkan pasti tahu beratnya perjuangan mempertaruhkan nyawa demi kelahiran sesosok jiwa ke alam dunia ini. Tapi poin utama status ‘mati syahid’ yang hendak kutulis di sini tak hanya karena itu.

Bayangkan bahwa tiap detik dalam hidup kita dapat diisi dengan berjuta kemungkinan aktivitas atau keadaan yang secara merdeka dapat kita pilih. Kita dapat memilih untuk tidur, makan, menulis, atau bahkan melamun saja. Dalam semua keadaan itu, bila perangkat hati kita belum sedemikian bersih, maka kita tidak tahu apakah yang kita pilih itu bersesuaian betul dengan Kehendak Allah per saat itu.

Life is a series of gambling. Amal baik belum tentu amal sholih. Dosa adalah segala sesuatu yang tidak disukai Allah. Setiap waktu ada amalnya dan setiap amal ada waktunya. Dalam kekelaman hati yang belum bisa membaca Kehendak-Nya, maka kita betul-betul dalam keadaan menebak dan meraba apa amal sholih yang dituntut per saat ini. Per detik ini.

Nah, keadaan sakit mulas yang luar biasa saat melahirkan adalah sesuatu yang alami datang tanpa diundang (well, sepertinya kukecualikan dulu ya persalinan dengan bantuan atau C-Section). Si bayi lahir ke fase alam dunia dengan Titah Sang Maha Kuasa: ‘Kun Fayakun’. So it’s just like hitting the centre point of a Russian Dart when it all happens: ‘Bull’s Eye!’ Per detik itu memang itulah yang menjadi Kehendak-Nya. Maka seorang Ibu yang wafat pada saat itu –dan tentu saja ikhlas menjalaninya- benar-benar dalam keadaan (state) menemui Dia Ta’ala dalam menjalani Kehendak-Nya per saat itu. Did you see my point? Dan karena kesesuaian yang sempurna antara makhluk-Kholiq itulah maka ia mendapat syahid.

Mungkin ada yang bisa melengkapi dengan dalil?

Just my two cents!

(37w4d — sedikit hari saja menjelang kehadiranmu)

Chiltern Park, Friday, Dec 2,2011, 02.39