02 Oct 2022 Foto
 |  Category: Uncategorized

Di kantor suamiku tergantung 2 buah foto. Foto kami sekeluarga: ayah, ibu dan 6 anak (masih 6 anak kami waktu itu) . Foto kami berdua sebagai suami istri. Ada cerita di balik foto itu.

Sepulang Mas dinas ke Bandung, aku dihinggapi rasa sedih luar biasa karena dia pergi bersama calon istrinya sementara aku di rumah bersama anak-anak. Untuk menghapus kesedihanku, kami sekeluarga pergi makan ke salah satu restoran Mie Ayam di bilangan Cinere. Sepulang dari sana, tercetus niatan untuk mampir ke kantor Ayah untuk Sholat Zhuhur. Akhirnya kami main-main di sana. Sambil merekam video yang hasil freezing fotonya jadi salah satu foto andalan kami sekeluarga (susah membuat foto lengkap yang bagus dengan 7 anak).

Kami masuk ke ruang kerja Ayah dan melihat bingkai yang berisi kolase foto. Beberapa foto biasa. Beberapa foto ayah bersama calon istrinya. Sebenarnya foto biasa, andaikan ia karyawan biasa. Tapi karena ia bukan karyawan biasa, maka rasa di hati pun ‘luar biasa’.

Dalam hati aku berpikir. Kenapa di kantor ini tidak ada jejakku dan anak-anak sama sekali? Bukankah kami selama ini yang menjadi his biggest supporters. Memang suamiku bukan tipe orang yang memajang foto keluarga di meja kerja. Bahkan di dompetnya pun tidak ada foto sama sekali. Tapi kenapa ada foto dia dan karyawan istimewanya? And none of me and my children? Bukankah wajar kekecewaan ini kurasakan sebagai istri?

Akhirnya aku mencetak 10 foto setelahnya. Delapan kami taruh di rumah dan 2 aku minta suami untuk menggantungnya di kantor. Ia mengiyakan. Aku tentu tak tahu yang terjadi setelahnya. Aku tak pernah datang ke kantornya. Dalam hati aku ragu ia melakukannya.

Beberapa bulan setelah itu kami survey ke calon kandidat SMAN anak kami yang kebetulan dekat dengan kantor (aku bisa mengecek tanggal tiap kejadian karena aku pengingat yang baik). Kami mampir ke kantor lagi. Dan benar dugaanku. Keraguanku terbukti. Foto yang kuminta pasang hanya disimpan di laci. Selama berbulan-bulan. Dia bilang masih menimbang-nimbang di mana tempat yang tepat untuk meletakkannya. Omong kosong! Aku tahu betul alasan pastinya. Pasti karena menjaga perasaan seseorang yang statusnya masih calon istri. Masih calon loh! Tapi sudah dijaga perasaannya sedemikian rupa.

Aku marah besar waktu itu. Bayangkanlah, foto itu adalah foto model tempel yang cuma butuh 1 menit untuk ditempel. Tak perlu paku. Tak perlu palu. Jadi kalau sampai berbulan-bulan tidak ditempel, itu berarti memang tidak ada willingness atau kemauan dan keinginan untuk menempelnya. Ini adalah salah satu kemarahanku yang terbesar yang masih membuatku sakit mengingatnya.

Beberapa waktu berlalu aku berkesempatan lagi ke kantor. Andai foto itu dicopot, aku bisa menebak bagaimana reaksiku. Tapi ternyata aman. Masih terpasang.

Beberapa waktu kemudian aku datang lagi. Sudah ada foto lain yang mendampingi di sana.

You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply » Log in