Kadang hatimu cuma butuh waktu untuk berduka. Sebuah jeda untuk menetralkan rasa. Bukan ini. Bukan itu. Hanya sebuah jeda.
Author Archive
Ya Allah ampuni atas segala
Doa-doa yang tidak haqq
Harapan-harapan yang tidak haqq
Keinginan-keinginan yang tidak haqq
Apa yang dicari di dunia ini selain
Alasan kenapa diri ini dicipta oleh-Mu
Patuh tunduk pada segala kehendak-Mu
Menjadi hamba yang taat dan penuh berserah
Aku ingin terkesima pada-Mu
Hingga hilang lenyap segala sakit
Aku ingin terpaku pada-Mu
Hingga kebas segala pedih perih
Aku ingin pandanganku tiada lain selain Engkau
Hanya Engkau dan Engkau saja
Ujian dalam kehidupan itu pasti akan selalu ada. Selama hayat masih dikandung badan. Berat ringannya ujian tergantung penyikapan dan penerimaan kita. Ada yang diuji ringan, tapi karena dada sesak sempit, lalu jadi terasa berat. Ada yang diuji berat tapi karena keimanan yang kokoh, maka seolah ujian itu mudah saja dihadapi. Yang pasti setiap ujian itu ada waktu bermulanya, berlangsungnya, dan waktu berakhirnya. Sudah nature-nya begitu.
Kadang kita merasa ujian kesusahan yang kita hadapi rasanya lamaaa sekali, bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun. Tapi sungguh itu waktu yang amat singkat bila dibandingkan dengan akhirat yang kekal abadi. Jadi, bersabarlah Wahai Diri dalam menghadapi segala ujian. Jangan pongah dan sombong dengan hanya mengandalkan diri sendiri. Berserahlah dan bergantunglah pada Allah Yang Maha Kuat. Semuanya ada dalam pengawasan Allah. Semuanya hanya bisa terjadi atas izin dan kehendak Allah. Laa hawla wa laa quwwata illaa biLlah.
Berkaca di cermin. Tampak mulai memutih helaian rambutku. Ah, aku sudah tak muda lagi. Teringat juga penglihatanku yang memburuk belakangan ini. Juga nyeri di lutut saat menaiki tangga rumah. Stamina yang tak sekuat dulu. Perubahan fisik yang tak terhindarkan.
Lalu tersadar dengan bilangan tahun yang telah terlewati. 41. Oh, sudah selama itukah aku tinggal di muka bumi ini? Lantas bercermin dan berefleksi: Bagaimana keadaanku saat ini? Apa yang berubah setelah sekian perjalanan tahun.
Aku tersadar sesungguhnya aku tak punya apa-apa. Tak ada milikku yang memang benar-benar milikku. Sesungguhnya aku nihil. Kosong.
Kulihat anak-anakku yang semakin besar. Kelak mereka akan keluar dari rumah ini. Membangun kehidupannya sendiri. Kulihat harta yang aku kumpulkan sekian lama. Kelak akan aku tinggalkan dan tak kubawa mati. Kulihat orangtua dan pasangan hidupku, kelak mereka pun akan berpisah denganku. Bisa mereka yang meninggalkanku, atau justru aku yang meninggalkan mereka lebih dulu.
Sekian perjalanan tahun justru mengajarkanku untuk menjadi wadah kosong atas segala kehendak-Nya.
Aku menyerah kalah. Aku tak lagi mau mengatur diriku. Saat berat menghimpit dan aku tak tahu harus berbuat dan berdoa apa lagi. Aku hanya menyebut: “Allah, Allah, Allah.”
Aku lemah, Yang Kuat hanya Engkau. Aku bodoh, Yang Maha Ilmu hanya Engkau. Aku sesat, Sang Pemberi Petunjuk hanya Engkau.
Aku tak menyesali diriku yang dulu. Tiap jalinan kisahnya membawa ke siapa aku saat ini. Suka dukaku. Bahagia kecewaku. Pilihan-pilihan hidupku. Semuanya membawaku ke titik keberadaanku sekarang. Toh, semuanya terjadi atas izin Allah. Tidak ada yang sia-sia.
Aku yang baru bukanlah terbentuk sekejap mata bagai jentikan jari, tapi proses berpuluh-puluh tahun. Ada naik ada turun. Ditempa dengan sekian kesulitan dan rintangan. Harapanku satu. Penutupan hidupku adalah penutupan yang baik. Sebuah husnul khotimah. Dan perjalananku selanjutnya adalah bertujuan menjadi hamba-Nya yang didekatkan.
Aku yang baru, harapanku, adalah menjadi cermin sejati Dia Ta’ala. Aamiin.