Aku tidak bisa menjelaskan the reasons why we do what we do kecuali melalui cara ini. Karena memang inilah sebenarnya alasan kami.
Kami bertiga sudah lama mengaji di sebuah pengajian tasawwuf. Lama sekali, sebelum kami menikah di 2001.
Salah satu ajaran utamanya adalah tentang misi hidup. Alasan keberadaan kita di dunia ini. Our reasons of being. Yang sangat spesifik bagi tiap orang. Kalau umumnya kita diajari untuk jadi hamba Allah, jadi insan kamil, jadi khalifah di muka bumi, itu masih sangat normatif. Belum spesifik. Jadi khalifah yang seperti apa?
Kami mengimani Al-Qur’an sebagai petunjuk. Di Qur’an disebutkan, barangsiapa beriman kepada Allah, Allah akan memberi petunjuknya kepada hatinya (QS 64:11). Petunjuk ini tidak sekedar harus puasa, sholat, zakat, dan amal baik lain. Tapi petunjuk yang sampai ke tataran khusus misalnya tentang pasangan yang haqq (benar).
Petunjuk ini bisa datang dalam banyak bentuk, keyakinan hati, mimpi, firasat (Ada hadits, hati-hati dengan firasat mu’min karena dia melihat dengan Cahaya Allah atau hadits, mimpi yang benar adalah 1/46 bagian dari kenabian). Suamiku bermimpi bahwa ada seorang wanita yang juga pasangan haqqnya selain diriku. Darimana yakin itu tidak sekedar obsesi karena sering bertemu? Kami menanyakan kepada Mursyid untuk ditanya kebenarannya (ditahqiq). Darimana percaya Mursyid? Wah, itu satu Bab Pembahasan yang panjang lagi.
Pria adalah imam atau pemegang urusan. Kadangkala suatu urusan tidak cukup dicover oleh satu istri. Sekali lagi, jauhkan dari asumsi pikiran kotor bahwa urusan yang dimaksud adalah urusan ranjang. Sama sekali bukan. Urusan-urusannya bisa jadi adalah jalan untuk mewujudkan misi hidupnya tadi. Misalnya, urusan denganku adalah bagaimana melahirkan dan membesarkan anak-anak yang sholih dah sholihat. Di istri yang lain, urusannya bisa jadi berbeda. Jadi tidak tepat juga bila dikatakan poligami suamiku benar karena tidak memilih gadis atau seseorang yang lebih muda dariku. Bukan itu. Poligami di kami tidak mencari kandidat 1, 2, 3, seperti pengajian di luar yang juga sesuai syar’i. Tapi spesifik orangnya. Ya harus dia. Jadi andaikan petunjuknya gadis cantik 20 tahunan sekalipun, atau bahkan janda 50 tahun, misalnya, kalau itu memang petunjuknya, ya kami imani. Dalam arti kami laksanakan sepanjang keadaan dunianya memungkinkan. Misalnya ada yang ketiga, keempat sekalipun nanti insya Allah aku terima kalau memang petunjuk yang benar.
Ketentuan Allah yang kami imani, kadang tidak terlihat hikmahnya di awal. Tapi kami yakin karena sudah menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Dan Allah tak akan zalim kepada hamba-hamba-Nya.
Adapun maduku ini, adalah seseorang yang bisa mendukung tugas suami di luar. Suami dan aku agak kaku pembawaan dasarnya. Maduku lebih supel. Bisa mengalirkan potensi ilmu suami yang besar dengan pihak luar dengan optimal. Itu sejauh pemikiran lahiriah kami saat ini. Hikmah lain beyond this, kami juga belum tahu.
Jadi benar-benar tiap istri punya orbit tugasnya masing-masing dalam mendukung suami.
Jadi alasan suami poligami bukan karena membantu janda. Atau alasan-alasan lain. Tapi simply karena taat sama petunjuk haqq yang turun.
Hikmahnya buat aku sebagai istri pun banyak. Terutama adalah untuk melepas kemelekatan. Bahwa cinta ke suami itu tak boleh melebihi cinta kepada Allah.
Hikmah lainnya membela syariat Rasulullah dalam hal poligami. Tak bisa disangkal, poligami adalah salah satu hal yang paling diserang dari Rasulullah Muhammad SAW. Bukan hanya dari kalangan non muslim saja. Dari Muslim pun banyak yang mencerca syariat ini.
Poligami dicampur adukkan dengan perselingkuhan. Padahal para Nabi yang mulia pun banyak yang berpoligami. To name a few, Nabi Ibrahim as, Nabi Ya’qub, dan tentu saja Rasulullah Muhammad SAW.
Jadi ini ya alasan kami. Semata ingin jadi Muslim seutuhnya. Yaitu orang-orang yang berserah diri kepada Allah.