27 Jan 2023 A Man Called Otto
 |  Category: Uncategorized

Minggu ini berkesempatan 2 kali nonton bioskop. Pertama film Puss in Boots, tertarik karena review beberapa teman. Film ini aku tonton bersama anak-anak. Kedua, film A Man Called Otto, film yang kuyakin bagus dan sarat nilai. Mulanya tertarik karena dibintangi Tom Hanks. Film-film Tom Hanks selalu menarik dan ‘dalam’. Jaminan mutu film berkualitas kalau dia yang main.

Cerita diawali dari Otto yang berbelanja di toko perkakas untuk membeli tali. Di situ dia meributkan harga yang harus dibayar untuk tali yang menurutnya tidak sesuai dengan panjang tali yang dia beli. Dari 1 scene itu saja kita bisa menilai bahwa Otto Anderson ini adalah pria yang rigid, kaku, smart, mengidap spektrum tertentu dari Obsessive Compulsive Disorder (OCD).

Dia tinggal di komplek perumahan kecil yang punya akses pagar tersendiri. Dia terganggu kalau ada orang yang parkir sembarangan, terganggu kalau orang buang sampah tidak sesuai label tempat sampahnya, terganggu kalau orang parkir sepeda tidak pada tempatnya. Di kalangan tetangganya dia terkenal dengan pembawaannya yang seperti itu. Bagi warga komplek lama, mereka sudah maklum dan menanggap: “Yaa…begitulah Otto…”

Di hari terakhir dia bekerja karena mengambil pensiun dini, Otto ternyata memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dia sudah sengaja meminta perusahaan listrik untuk memutus listriknya. Ia berencana pergi selamanya dengan cara menggantung diri. Ternyata eternit tempat dia menggantungkan tali jebol dan upaya bunuh dirinya gagal. Tiba-tiba dia kedatangan tetangga baru yang menyewa rumah di depannya, bernama Marisol yang tengah hamil besar, suaminya Tommy dan dua anak perempuan mereka yang masih kecil.

Marisol ini wanita yang keturunan latin yang sangat passionate. Suka memasak dan mengantar makanan untuk Otto tetangganya. Bersuamikan Tommy yang suka makan dan agak bodoh. Marisol kalau bertamu selalu mengetuk pintu keras-keras.

Percobaan bunuh diri kedua adalah dengan memasang selang untuk mengalirkan gas ke dalam mobil. Usaha ini gagal lagi karena Marisol menggedor pintu gudangnya karena minta diantar ke RS karena Tommy jatuh dari tangga. Marisol tidak bisa menyetir mobil. Akhirnya Otto yang mengajarkan Marisol menyetir.

Upaya ketiga dengan cara menabrakkan diri ke kereta api yang sedang lewat. Ternyata malah kebetulan ada seorang kakek yang jatuh ke rel karena sakit. Otto refleks menolong. Diperlihatkan juga ironi jaman sekarang di mana alih-alih menolong Si Kakek, anak-anak muda yang melihat kejadian itu malah sibuk memvideokan daripada menolong. Ternyata akibat aksinya itu Otto terkenal di jagad maya. Video itu ditonton sejuta kali dan menarik seorang selegram untuk mewawancarainya karena menggangap Otto adalah Our Everyday’s Hero.

Upaya keempat adalah dengan menembakkan senapan ke mulutnya. Tapi gagal lagi karena seorang transgender yang merupakan mantan murid istrinya menggedor rumahnya untuk menumpang tidur karena diusir oleh ayahnya.

Di sela-sela itu digambarkan adegan Otto muda dan calon istrinya Sonya. Ternyata Otto ingin mengakhiri hidupnya karena merasa kehilangan Sonya 6 bulan sebelumnya karena sakit kanker. “Aku hidup untuk Sonya.” Dia adalah warna dalam hidupku. Hidup terlalu berat untuk dilanjutkan sendiri. Secara berkala dia akan mendatangi makam Sonya, duduk di kursi, menceritakan apa saja yang terjadi dalam hidupnya di hadapan nisan Sonya dan nisan kosong yang telah dia siapkan untuk dirinya sendiri.

Aku terharu dengan adegan dia tidur sendiri dan seolah masih merasakan kehadiran Sonya di sisinya. Berasa banget kedalaman cintanya pada istrinya. Jadi ngebayangin aku bisa ga ya mendampingi Mas sampai tua nanti?

Akhir cerita Otto meninggal dunia karena sakit secara alami. Dia sejak lahir mempunyai kelainan ‘big heart’ atau jantung yang besar. Tommy yang pertama menyadari kalau ada sesuatu yang terjadi pada Otto karena dia melewatkan kebiasaannya untuk menyekop salju yang ada di depan rumahnya.

Dengan hadirnya keluarga Marisol dia jadi punya reasons to live. Dia bisa move on dari rasa kehilangan akan Sonya. Juga dari rasa kehilangan anak yang berusia 6 bulan di kandungan Sonya yang meninggal karena kecelakaan bus. Otto mewariskan rumah dan beserta isinya untuk Marisol sekeluarga juga tabungan untuk pendidikan anak-anak Marisol.

Hidup terasa sepi ya, jika kita kehilangan pasangan jiwa kita. Seseorang yang begitu dalam kita cintai sehingga kita merasa tidak pernah akan menemukan penggantinya selepas mereka pergi.

-One Bellpark-

Friday, Jan 27, 2023

Studio 1, seat C7-8, 18.25

You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply » Log in