Kalau sudah mau memasuki waktu liburan panjang, rasanya semangat sekali merancang itinerary. Semangat searching sana sini. Mau menginap di mana, mau ngapain aja. Membayangkan tempat-tempat yang indah, seru, dan asyik. Kok tetiba teringat, kenapa ga berusaha membangun tempat yang indah di akhirat nanti. ‘Batu bata’ yang digunakan untuk menyusun istana yang indah di syurga kelak, dikumpulkan di dunia ini. Jadi menabunglah amal sholeh sebanyak mungkin selama hayat dikandung badan. Agar tempat pulangmu nyaman kelak.
Beberapa hari lalu aku dapat pemahaman dalam istirahat siangku, bahwa luka dan goresan hati yang kurasakan adalah ibaratnya luka-luka perang para mujahid. Kalau luka-luka mereka bersifat fisik, maka lukaku bukan fisik. Hanya sama saja, ini adalah persembahan sebagai jalan untuk mendekatkan diri pada Allah. Ini adalah jalan jihadku.
Rasaku bagai ditipiskan, hati menjadi lebih tawar, kesenangan dan kesusahan bagai tipis saja bedanya. Sehingga kalau aku bergembira, biasa saja karena pasti akan berlalu. Pun kesedihan, tak usah terlalu dirasakan, karena toh akan berlalu juga.
Kalau kata Ust. Nouman Ali Khan: “So what if this life is not perfect? It’s not jannah.”
Kalau kata Ust. Oemar Mita, “Kenapa kita masih bersedih? Ya karena kita masih hidup di dunia.” Ujian pasti selalu ada selama hayat dikandung badan.
Alhamdulillah keadaanku hari ini aman, damai, tenteram banget. Aku belajar untuk menitipkan hatiku yang satu-satunya ini ke Dia Yang Esa. Semua berada dalam genggaman kuasa-Nya. Banyak-banyak istighfar. Merapal doa. Baca hauqolah. Fokus ke diri sendiri.
Buat orang yang keras kepala seperti diriku, manut dan taat pada perintah suami itu sungguh PR besar. Bawaannya ngeyel aja kepingin ngejawab. Padahal kalau manut, walau berat di awal. Keberkahan setelahnya lebih membahagiakan.
Suatu kali kami pernah mendiskusikan suatu masalah, ujungnya aku mengalah. Setelahnya respon suami sangat luar biasa. Beliau seperti berterimakasih karena aku sudah bersedia mengalah. Dipeluknya aku dalam-dalam, cintanya terasa membuncah padaku. Aku langsung merasa, ga seberapalah ‘pengorbanan’ku dengan kebahagiaan dan kelapangan yang kurasakan.
Di lain waktu ketika aku ngotot justru ngambekku membuat moment terlewat begitu saja. Banyak, tapi ga berguna. Ga berkah. Suamiku pusing. Bad mood. Pokoknya serba ga enak lah.
Ya Allah karuniakanlah ikhlas kepada kami semua. Agar mempersembahkan ini demi kecintaan-Mu belaka.
Rentetan peristiwa mengajarkanku bahwa cinta itu tidak terkotak ruang dan waktu. Ruang dan waktu bisa berbeda, tapi cinta selalu ada.
Sekali waktu rinduku padamu menggebu-gebu
Sekali waktu juga aku berharap tak pernah mengenalmu
Sekali waktu cintaku membuncah penuh
Sekali waktu juga rasanya surut luruh
Sekali waktu ingin terus menemanimu
Sekali waktu juga ingin meninggalkanmu
Aku tak pernah tahu apa yang akan terjadi di depan
Hatiku milik Allah
Hatimu pun milik Allah
Aku hanya berdoa Dia berkenan mengekalkannya selalu
Hatiku untukmu
Hatimu untukku
Puluhan tahun aku sholat, tapi rasanya kualitas sholatku begitu-begitu saja. Rasanya sepertinya menggugurkan kewajiban saja. Sesudah sholat lalu merasa aman. Apa syurga dan ridho Allah bisa dicapai dengan cara demikian? Sholat fardhu, mengaji beberapa ayat Qur’an lalu merasa aman. Padahal masih banyak rasa yang bergejolak dalam jiwa. Memang hanya dengan rahmat dan kasih sayang Allah sajalah manusia bisa selamat di hari akhir nanti.