05 Apr 2020 Reconnect With Qur’an
 |  Category: Uncategorized

Tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan Matrikulasi Grup WhatsApp Nouman Ali Khan Indonesia

Ceramah ini disampaikan Ustadz Nouman Ali Khan di Mesjid Istiqlal, Jakarta pada 6 Mei 2018.

Ustadz Nouman memulai ceramahnya dengan menceritakan kisah perjalanan Nabi Ibrahim as yang dari Surah Asy- Syu’araa. Kisah Nabi Ibrahim dimulai dari ayat 69.

Nabi Ibrahim hidup dalam masyarakat yang tidak beriman pada Allah. Mereka adalah penyembah berhala, termasuk ayahnya sendiri yang justru adalah pembuat berhala. Jadi dia satu-satunya yang menyembah Allah. Sampai akhirnya Nabi Ibrahim menyatakan ia berlepas diri dari kaumnya. Ketika pergi, dia berkata pada Allah.

Nabi Ibrahim berbeda dari Nabi yang lain dalam Qur’an. Kita akan mendapati lebih banyak doa dari Beliau ketimbang dari Nabi-nabi lain. Itulah sebabnya Islam juga disebut sebagai millati Ibrahim. Doa adalah pokok penting dari agama ini.

Dalam Asy-Syu’araa disebutkan Ibrahim berkata:
Ayat 78: “(yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku.”

Ayat 79: “Dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku.”

Ayat 80: “dan apabila aku sakit, Dia yang menyembuhkanku.”

Allah menciptakan kita. Tapi manusia sering lalai dan menganggap penciptaannya hanyalah main-main saja sehingga ditegur Allah dalam Surah Al-Mu’minuun ayat 115: “Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja,dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”

Ibrahim as mengerti bahwa Allah tidak hanya menciptakannya, terpenting lagi, Allah memberinya petunjuk dalam hidup ini. Dan ini disebutkannya lebih dulu daripada Allah sebagai pemberi makan dan minum yang adalah kebutuhan pokok. Ini berarti hidayah Allah adalah lebih penting daripada kebutuhan makan dan minum. Kita tak butuh makan dan minum setiap saat. Tapi kita butuh hidayah Allah setiap saat.

Ada hal lain yang penting diperhatikan mengenai makanan. Karena Allah berfirman: “Dan hendaklah manusia memperhatikan makanannya.” (Surah ‘Abasa: 24). Ada perjalanan panjang dari sebuah makanan hingga tersaji di meja kita. Ambil contoh saja buah-buahan. Allah menumbuhkannya dari benih, menyiraminya dengan air hujan sehingga tumbuh besar menjadi pohon hingga bertahun-tahun lamanya, baru menghasilkan buah. Buah dipetik petani, dijual pedagang, lalu baru sampai pada kita sebagai pembeli. Sungguh panjang perjalanan dari sebuah makanan. Kita sepatutnya bersyukur atas setiap makanan yang telah Allah berikan pada kita.

Bayangkan bahwa Nabi Ibrahim as mengatakan ini dalam keadaan seorang diri, terasing dari kaumnya, tapi ia punya keyakinan penuh pada Allah. Ini yang seharusnya kita contoh. Untuk terus punya keyakinan penuh pada Allah sesulit apapun keadaan kita. Itulah sejatinya yang dapat dikatakan mengikut kepada millah Ibrahim.

Surah Asy-Syu’araa ayat 81: “dan Yang akan mematikanku Dan menghidupkanku (kembali).” Artinya mati dan hidup ada di tangan Allah. Ketika kita hidup saat ini, terlahir dalam agama apapun, kita diberikan Allah makanan, oksigen untuk bernafas dan diberikan kesempatan untuk mencari petunjuk Allah. Tetapi ketika kita mati nanti dan dibangkitkan kembali, yang terpenting adalah hidayah itu! Kita tidak dapat kesempatan kedua untuk mendapat hidayah saat dibangkitkan kembali.

Selaras dengan ayat selanjutnya, ayat ke- 82: “dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” Nabi Ibrahim tidak memikirkan kesalahan kaumnya atas dirinya, ia berfokus pada kesalahan dirinya sendiri.

Ayat 83: “Ya Tuhanku, berikan kepadaku hikmah dan masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang sholeh.” Ini artinya setelah mendapat petunjuk, Nabi Ibrahim meminta hikmah atau kekuatan untuk dapat melaksanakan petunjuk itu. Dan ia meminta dikumpulkan dengan orang sholih yang lain karena ia tahu butuh dukungan orang lain dalam menggenggam keimanan.

Ayat 84: “dan jadikan aku buah tutur kata yang baik bagi orang yang datang kemudian.” Nabi Ibrahim berdoa agar ia menjadi contoh di masa datang dengan adanya seseorang yang menceritakan kisah sebenarnya tentang dirinya. Ia berharap orang bisa belajar dan mendapat petunjuk dari kisah tentang ujian kehidupan yang dilaluinya dan bagaimana berpegang teguh pada keimanan. Ribuan tahun kemudian Allah mengabulkan doa Nabi Ibrahim. Hadirlah Rasulullah SAW yang menceritakan kisah Nabi Ibharim melalui Qur’an.

Ayat 85: “dan jadikan aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan.”

Ayat 86: “dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia termasuk orang yang sesat.”

Nabi Ibrahim tidak mau mewarisi dari bapaknya karena bapaknya termasuk golongan mereka yang sesat. Nabi Ibrahim hanya berharap mewarisi surga dari Allah.

Ayat 87: “dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.”

Nabi Ibrahim memohon agar tidak dihinakan pada hari kiamat karena kekufuran bapaknya.

Ayat 88: “yaitu hari di mana harta dan anak-anak lelaki tidak berguna.”

Ayat 89: “kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Hanya satu hal yang bernilai pada hari pengadilan, yaitu qolbun saliim atau hati yang selamat. Harta dan anak tak akan berguna.

You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply » Log in