Warning: Constant DB_COLLATE already defined in /home/u635756005/domains/nurulnoer.com/public_html/wp-config.php on line 75
nurulnoer.com » My Self

Archive for the Category ◊ My Self ◊

19 Jul 2007 Happiness
 |  Category: My Self, Refleksi  | One Comment

Ini  satu perkataan bijak yang pernah kudengar. " Allah menciptakan waktu selalu baru. Tiap detiknya adalah fragmen yang terpisah satu sama lain."

Jangan terberati oleh masa lalu, dan jangan mencemaskan masa depan. Hidup kita adalah apa yang nyata hari ini.

Jangan mensyaratkan apapun untuk menjadi bahagia.

"Aku akan lebih berbahagia nanti, saat aku tidak lagi begitu repot karena anak-anakku sudah besar…"

Saat anak-anak mulai besar,

"Aku akan lebih berbahagia nanti, saat anak-anak dewasa dan menikah…"

Saat anak-anak dewasa dan menikah,

"Aku akan berbahagia nanti, saat aku menimang cucu…"

Dst,dst,..

Akhirnya, kita tak pernah merasakan ultimate happiness.

Happiness is a journey, not a destinatian.

Enjoy the moment!

25 Jun 2007 Life Seeking 3
 |  Category: My Self, Refleksi  | Leave a Comment

Thursday, March 16, 2006, 23.25

Yang paling menyakitkan dalam hidup ini adalah, kehilangan makna tentang arti hidup itu sendiri. Motivasi timbul ketika kita tahu kemana harus menuju.

Mensyukuri hidup adalah mensyukuri adanya kita di sini dan saat ini. Menghargai setiap momen dalam detil kehidupan kita, dan menikmati dengan syukur setiap helaan dan hembusan nafas.

Sungguh, itu semua adalah anugrah. Dia menciptakan kita untuk suatu alasan di sini, didasari dengan Ilmunya yang Haqq. Bukan dengan kebathilan.

15 Jun 2007 Tragedi Kunci (Antara Cikarang dan Srengseng)
 |  Category: My Husband, My Self, Serba-serbi  | 8 Comments

Saturday, August 27, 2005, 21.49

Computer jammed. Sudah lama sekali aku ga nulis. Minggu, 21 Agustus 2005 ada kejadian luar biasa yang memberi pelajaran yang amat berharga bagiku. Kunci rumah tertinggal di rumah ibu dan itu kami sadari setelah sampai di rumah. Ingin langsung balik ke sana tapi ayah bilang ga usah karena ayah yang akan mengantar kunci itu. Hampir tiga jam menunggu di dalam mobil dengan dikerubungi sedemikian banyak nyamuk, eh ternyata kunci yang dibawa ayah salah!!! Masya Allah! Aku ga kuat lagi menahan tangis. Pokoknya ga bisa digambarkan gimana perasaanku saat itu. Aku merasa it’s all completely my fault. Kasihan sekali lihat ibu, Alfath dan terutama Mas yang sudah begitu lelah, ngantuk dan kehabisan tenaga karena kami sudah seharian jalan dan pastinya yang tertinggal adalah tenaga sisa-sisa.  Belum lagi terbayang jauhnya perjalanan yang harus kami tempuh kembali, borosnya bensin dan tol yang harus kami keluarkan dan lelahnya badan yang tidak tidur semalaman. Wuih, pokoknya berat banget deh! Seingatku aku ga pernah mengalami kejadian seberat ini sebelumnya. Rasanya sampai saat ini pun masih terasa nyesss banget kalau ingat kejadian itu. Aku tau bahwa itu adalah sarana pembersihan luar biasa yang dirancang Allah untuk kami. Tapi kok rasanya pahiit sekali dan sepertinya aku ga kuat kalau harus menjalani kejadian serupa itu sekali lagi.

Anyway, sebenarnya kejadian itu juga membawa hikmah besar yang bisa membuatku menangis dan terharu berkali-kali sampai saat inipun. Aku merasa dilimpahi berkah dan karunia yang luar biasa dengan kehadiran seorang suami yang begitu baik, penyabar dan penyayang. Tak satupun keluar dari mulutnya  kalimat yang bernada kekesalan atau menyalahkan. Padahal aku sendiri dalam hati geregetan menyumpahi ketololanku atas kesalahan fatal yang kuperbuat meskipun aku tau semua ini terjadi atas Kehendak- Nya juga. Rasanya Mas sudah dapat ‘menelan’ dengan baik apa yang disuguhkan oleh-Nya. Kebaikannyalah yang membuatku menangis terharu berkali-kali. Kupikir mungkin suami lain akan menempeleng atau paling tidak mengejek dan memaki-maki istrinya bila menghadapi kejadian serupa. Tapi tidak demikian halnya dengan Masku tersayang.

Aku pernah mengatakan ini pada seorang teman: “Andaikan aku mati, lalu diberi kesempatan hidup sekali lagi,  aku pasti akan memilihnya kembali menjadi pendamping hidupku.”

*Ini kejadian dulu, waktu msh di Cikarang. Dari Srengseng jam 21. Sampe Cikarang sekitar 22.30 (jarak tempuh 1,5 jam kalo pake mobil pribadi). Baru sadar kalo kunci ketinggalan sekitar jarak 1 km dari rumah Cikarang. Sampe depan rumah, aku udek2 dan obrak-abrik semua barang bawaan untuk nyari kunci itu barangkali keselip (berusaha nyenengin diri). Padahal tiap ke Srengseng kl weekend, barang bawaan selalu segudang kayak orang mudik sebulan. Akhirnya kita cari makan dulu sambil nenangin diri dan nelfon ke ayah dan adik-adik di Srengseng (actually cuma Mas yg makan nasi goreng waktu itu, kalo aku: mana ketelen lagi stress gitu!).

Yang nerima telp adikku Obon, satu-satunya yang belum tidur. Sedangkan yang lain udah tidur semua. Kata Obon, Ayah bilang ga usah balik lagi karena ayah yang akan nganter ke Ckrg. Rupanya karena ngantuk, mata masih merah, konsentrasi kurang dan nyawa belum nyatu, ayah main samber aja tanpa teliti kunci yang diserahin Obon. Trus langsung jalan. Rupanya si Obon ga tau persis kunci rumahku yang mana, dia main asal ambil aja kunci yang geletakan. Ga taunya yg keambil kunci kamar kost Eja. Ejanya lagi tidur jadi ga bisa ngasih tau kalo itu kuncinya dia. Herannya kok si ayah bisa ga ngeh kalo kuncinya salah, padahal dulu yang nyatuin serendel kunci itu ayah sendiri. Emang nasib dah, ini nih yang namanya ujian kehidupan. Skenarionya kayaknya perfect banget. Dan suka bikin ga habis pikir! Emang dah, kalo Alah udah berkehendak, ga ada yang bisa cegah.

Tiga jam kami nunggu di mobil. Dan ternyata kuncinya salah!!!

Mas lagi tidur di mobil pas ayah sampe sekitar jam 3 (naik angkot tengah malem gitu loh, waktu tempuhnya sekitar 2,5-3 jam, ga kebayang kan?) Begitu tau salah, ayah langsung balik lagi ke Srengseng (naik angkot lagi). Tadinya kukira Mas tidur-tiduran doang dan sebenernya tau kedatangan ayah, ternyata dia bener-bener ga tau kedatangan ayah alias lelap bless.

Mas yang ga lama kemudian terbangun, akhirnya mutusin untuk balik ke Srengseng saat itu juga. Jadi kami semua ke tujuan yang sama dengan kendaraan yang beda.

Akhirnya kami sampe Srengseng lagi jam 4.30. Sementara ayah yang ngecer angkot belum sampe. Abis Sholat Shubuh langsung cabut ke Cikarang lagi. Mulanya Mas seger, tapi menjelang pintu tol Cikarang Barat matanya dah ngantuk berat (secara yang tadi malam cuma tidur setengah jam gitu loh!)

Sampe rumah langsung tepar ambruk dan ga kuat ngantor. Akhirnya Mas yang jam masuk kantor resminya 7.30, hari itu ngantor jam 10.00

Meanwhile si ayah baru sampe Srengseng jam 6.30 pagi. Karena subuh-subuh, angkot masih pada ngetem dulu cari penumpang. Ga kebayang kan? Bisa-bisa bolos ngantor kalo ngandelin si ayah. Kalo balik lagi ke Cikarang, sampenya bakalan jam berapa coba? Meanwhile kitanya udah stress banget ngejogrok di teras depan. Sholat Shubuhnya gimana? Plus malu sama tetangga karena harinya udah terang.

Aku lagi hamil tua 8 bulan lebih pas kejadian ini.

Weleh. Weleh. Sekarang tiap kemana-mana aku jadi lebih waspada. Always make sure that the keys is in the bag…

27 May 2007 Ask Me to Write, Not to Speak
 |  Category: My Self  | 4 Comments

Sunday, May 27, 2007, 22.05

Buat teman-teman yang pernah bertemu muka langsung dengan saya pasti berpendapat bahwa saya ini pendiem banget. Waktu SD, ada sekelompok temen-temen cowok yang sekongkol menjauhi saya. Padahal dalam hatinya mungkin mereka naksir saya juga (ini baru ketahuan setelah saya mondok di pesantren, dari surat yang dikirim oleh mantan temen SD yang cewek yang se-SMP dengan mereka).

Waktu SMA, seingat saya, ga satupun temen cowok yang berani ngajak ngobrol duluan atau bahkan sekedar say ‘hi’. Mungkin karena segan pada saya yang kelewat pendiam. Sampai-sampai ortu sempat khawatir, ‘apakah anak gadisnya ini akan ‘laku’ lantaran kalau jalan saja selalu menunduk.

Waktu kuliah, yang berani ngajak ngobrol itulah yang sekarang jadi suami.

Saya dan teman2 wanita di Rohis SMA pernah menginap (mabit) bersama dan membuat sebuah game yang tujuannya untuk lebih mengenal satu sama lain. Kami duduk melingkar dan menuliskan kesan, pesan, nasihat dan/atau uneg-uneg apapun kepada masing-masing tanpa mencantumkan nama. Dan seperti bisa ditebak, kesan dan pesan terhadap saya hampir seragam. Saya terlalu pendiam. Padahal teman-teman beranggapan saya punya potensi besar yang belum tergali.

Entah kenapa, saya memang merasa lebih nyaman untuk menulis ketimbang berbicara. Dan ini baru benar-benar saya rasakan belakangan ini, bahwa menulis bukan sekedar pelepasan ekspresi bagi saya, melainkan juga makanan jiwa yang menyegarkan. Yang tanpanya saya merasa kehausan dan kelaparan secara intelektual. Kram otak.

Kalau ngobrol sama orang, saya kerapkali ‘mati topik’ dan merasa diri bukan teman ngobrol yang menyenangkan. Tapi kalau menulis surat, berlembar-lembarpun oke lah.

Alhasil, teman-teman yang mengerti saya lewat ngobrol sangatlah sedikit dan bisa dihitung dengan sebelah jari tangan.

So, my dear friends, please ask me to write, not to speak…

15 May 2007 Muqollibal quluub
 |  Category: My Self  | 2 Comments

Saturday, July 09, 2005, 22.13

Hatiku sedang lembut saat ini, (sepertinya) sedang menghadap kepada-Nya. Meskipun manusia diberi freewill tapi aku yakin bahwa hati manusia adalah berada di antara dua Jari Ar-Rahman. Allah Maha Berkehendak. Dapat dibolak-balik-Nya hati manusia kapanpun Dia Berkehendak. Kalau sedang ada secercah kesadaran seperti ini yang kupinta adalah Dia berkenan mengampuniku sebesar apapun dosaku, berkenan menunjukiku sejauh manapun aku tersesat. Semoga Dia Ta’ala berkenan menerimaku dengan Segala Shifat Kepemurahan-Nya. Semoga aku kelak menemui ajalku dalam husnul khotimah, dalam keadaan taubat dan berserah diri. Amiin ya Robbal ‘aalamiin…